Sabtu, 26 Mei 2012

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN (KESEHATAN DAN RAHASIA BANK “ Aplikasi Pada Bank Jateng“)


MAKALAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN

KESEHATAN DAN RAHASIA BANK
“ Aplikasi Pada Bank Jateng“










Disusun Oleh :


 Ahmad Marzuqi                    B.111.09.0086

PROGRAM STUDY S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS SEMARANG
2011

BAB I.  PEMDAHULUAN
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang . Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Didalam perjalanannya, bank perlu di lakukan pemeriksaan apakah bank tersebut dalam keadaan sehat atau tidak. Kesehatan bank sendiri adalah Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Selain bank juga mempunyai beberapa rahasia yang tidak perlu dipublikasikan sehinga masyarakat tidak perlu mengetahuinya. sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut: Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai NasabahPenyimpan dan Simpanannya. Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mewajibkan Bank untuk menjaga rahasia Bank, yaitu berbunyi sebagai berikut: Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.
Dari rumusan Pasal 40 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki simpanan itu. Bahkan dalam rumusan Pasal 40 itu, “Nasabah Penyimpan” disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”. Nampaknya dalam pikiran pembuat Undang-Undang, justru identitas Nasabah Penyimpannya lebih penting daripada Simpanannya. Atau mungkin pula dalam pikiran pembuat Undang-Undang, “Nasabah Penyimpan” sengaja disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”, untuk menekankan bahwa merahasiakan identitas Nasabah Penyimpannya sama pentingnya dengan merahasiakan Simpanannya. Dibeberapa negara memang lingkup dari rahasia bank tidak ditentukan hanya terbatas kepada keadaan keuangan nasabah saja, tetapi meliputi pula identitas nasabah yang bersangkutan.
Dilain pihak, bank jateng merupakan badan usaha milik daerah Jawa Tengah yang bergerak dibidang finansial dengan fungsi yang sama dengan bank-bank lain. Dalam perjalanannya sampai saat ini, bank jateng telah banyak meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam berbagai bidang. Tapi disisi lain, bank jateng juga memiliki beberapa kasus dan masalah yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja bank jateng itu sendiri. Maka dari itu, kami sebagai bagian dari masyarakat jawa tengah ingin mengkaji tentang kesehatan bank jateng serta memahami rahasia-rahasia yang ada pada bank jateng.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah belajar bersama dalam memahami kesehatan sebuah bank terutama bank jateng yang menjadi objek penelitian kami serta rahasia – rahasia dalam dunia perbankan.

ruang lingkup dalam pembahasan masalah ini adalan mengenai kesehatan dan rahasia bank baik itu dalam teori maupun aplikasinya dalam objek bank riil. Dan sebagai bagian dari masyarakat jawa tengah, kami mengambil objek bank jateng sehingga kami bisa mngetahui sehatkah bank jateng tersebut.

BAB II.  GAMBARAN UMUM DAN TINJAUAN TEORITIS
2.1  SEJARAH
Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah adalah Bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama-sama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten Se-Jawa Tengah.
Bank Jateng pada awal beroperasi pada tahun 1963 menempati Gedung Bapindo Jl. Pahlawan No.3 Semarang. Tujuan pendirian bank adalah untuk mengelola keuangan daerah yaitu sebagai pemegang kas daerah dan membantu meningkatkan ekonomi daerah dengan memberikan kredit kepada pengusaha kecil. Persiapan pendirian bank dilakukan oleh Drs. Harsono Sandjoyo yang kemudian menjadi Direktur Utama Pertama Bank Jateng, dibantu Drs. Mud Sukasan. Rekruitmen karyawan pertama berjumlah 13 orang untuk on the job training di Kantor Bank Indonesia Semarang. Modal Disetor pada awal pendirian bank sebesar Rp 20 juta yang terdiri dari Daerah Swatantra Tk. I sebesar Rp 9,2 juta, 34 Daerah Swatantra Tk. II sebesar Rp 6,8 juta, dan Hadi Soejanto sebesar Rp 4 juta. Seiring dengan berjalannya waktu, Bank Jateng terus berkembang hingga memiliki kantor cabang di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah. Dan setelah berpindah-pindah lokasi, sejak tahun 1993 Kantor Pusat Bank Jateng menempati Gedung Grinatha Jl. Pemuda 142 Semarang.
Serangkaian peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian dan status Bank antara lain terdiri dari :
Seiring dengan terus berkembangnya perusahaan dan untuk lebih menampilkan citra positif perusahaan terutama setelah lepas dari program rekapitalisasi, maka manajemen Bank Jateng berkeinginan untuk mengubah logo dan call name perusahaan yang merepresentasikan wajah baru Bank Jateng. Berdasarkan Akta Perubahan Anggaran Dasar No.68 tanggal 7 Mei 2005 Notaris Prof. DR. Liliana Tedjosaputro dan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. C.17331 HT.01.04.TH.2005 tanggal 22 Juni 2005 maka nama sebutan (call name) PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah berubah dari sebelumnya Bank BPD Jateng menjadi Bank Jateng

2.2 STRUKTUR ORGANISASI




















2.3 Bidang Usaha
Bank Jawa Tengah adalah Bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama-sama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten Se-Jawa Tengah. Dengan Alamat KANTOR PUSAT :  Jl. Pemuda No. 4A Semarang, Telp. (024) 3554025, 3547541. Fax. (024) 3540170, 3520186, 3556529  Telex. 22301 BPD JTG IA,22660 BPD JTG IA.
Didirikan
6 April 1963
Visi Perusahaan
"Terwujudnya bank yang sehat dengan memberikan jasa perbankan kepada masyarakat secara luas, efektif dan efisien dengan mengutamakan retail banking."
Misi Perusahaan
"Membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat serta untuk meningkatkan pendapatan asli daerah."
Modal Dasar
Rp. 700.000.000.000,00
Pemilik
  • Pemerintah Propinsi Jawa Tengah
  • Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jateng
  • Pemerintah Pusat
Jumlah Aktiva
Rp. 5.109.753.124.962,00
Jaringan Operasional
  • 1 Kantor Pusat
  • 1 Kantor Cabang Utama
  • 6 Cabang Koordinator
  • 27 Cabang
  • 84 Cabang Pembantu
  • 80 Kantor Kas
Contoh produk atau jasa yang ditawarkan:




BAB III  PEMBAHASAN
KESEHATAN BANK
Pengertian Kesehatan Bank
Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasinal perbankan secara normaldan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Kegiatan tersebut antara lain:
MANFAAT PENILAIAN KESEHATAN

FAKTOR-FAKTOR PENILAIAN (CAMELS)
Bank Jateng juga harus berani mengambil peran optimal dalam menjalankan fungsi intermediasi. Yakni intensif menyerap dana masyarakat, kemudian disalurkan kembali dalam bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi. Kalu fungsi ini benar-benar dijalankan efektif, praktis akan membawa kemajuan besar bagi perkembangan ekonomi Jateng. Disinilah Bank Jateng harus berperan aktif untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Perbankan itu jualan kepercayaan. Sepanjang mampu meningkatkan kepercayaan nasabah, maka sukses akan mudah diraih. Saya melihat Bank Jateng telah mampu “menjual” kepercayaan ini dengan baik. Terbukti dari pencapaian kinerja keuangan selama 2007 yang tumbuh pesat. Kalau asset selama 2006 hanya Rp.11.35 triliun, maka tahun 2007 naik menjadi Rp.12,21 triliun.


Semarang, CyberNews. Terkuaknya kredit fiktif yang terjadi di Bank Jateng maupun Bank Jateng Syariah menunjukkan betapa lemah dan amburadulnya sistem manajemen bank milik rakyat Jateng tersebut. Kalangan DPRD Jateng mendesak, segera dilakukan pembenahan manajemen secara menyeluruh agar pembobolan bank melalui kredit fiktif itu tak terulang.
Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Jawa Tengah Dwi Yasmanto menuturkan, gampangnya debitur memperoleh kredit untuk pembiayaan proyek dengan menunjukkan Surat Perintah Kerja (SPK) bisa dipahami. Namun demikian, bukan berarti semua SPK bisa diterima dan langsung dibiayai.
"Dari berbagai kredit bermasalah yang terjadi, ternyata tidak sedikit yang merupakan SPK fiktif atau tidak ada proyeknya. Lalu di mana peran kontrol dan pengawasan dari Bank Jateng? Apa mereka tidak ngecek dulu bener tidaknya suatu proyek," jelas Dwi.
Dirinya mencontohkan, kredit fiktif yang terjadi di Bank Jateng Koordinator Semarang di mana nilai kredit yang dikucurkan mencapai Rp 18 miliar. Fasilitas kredit yang diberikan mencapai 89 fasilitas dengan jumlah rekening sebanyak 16 buah.
Dalam operandinya, selaku debitur utama adalah CV Enh dengan direksi Mrs Elf. CV Enh tersebut meminjam bendera pada beberapa CV lainnya dan dari CV itulah diterbitkan SPK yang ditandatangani oleh pimpinan proyek atau kepala dinas terkait.
Dijelaskan, untuk mempermudah pencairan, pemberian kredit dipecah-pecah dengan fasilitas kredit antara Rp 500 juta-750 juta. "Lolosnya SPK fiktif hingga disetujuinya pengajuan kredit merupakan keteledoran Bank Jateng. Seharusnya kan ada pengecekan terhadap SPK itu," jelas Dwi Yasmanto yang juga anggota Komisi E itu.
Selain itu, lanjutnya, sistem pengawasan terhadap calon debitur dinilai lemah di mana itu menunjukkan ketidakmampuan pimpinan dalam mengelola perbankan. Tuntutan perubahan manajemen juga diungkapkan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Jateng Masruchan Syamsurie.
Menurutnya, perbuatan kredit fiktif itu merupakan pelanggaran UU Perbankan dan UU Korupsi, karena menyangkut kerugian negara dan upaya memperkaya diri sendiri. "Harus segera ada perubahan pada manajemen dan direksi Bank Jateng. Kalau terus dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap Bank Jateng akan terus terdegradasi," terangnya.
( Saptono Joko Sulistyo / CN31 / JBSM )



Rasio Rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya.

Kinerja Bank Jateng pada kuartal I/2010 meningkat menyusul pembukaan kantor cabang di Jakarta 2 bulan lalu, sementara itu rentabilitas dividen 2009 mencapai 25%. Dirut Bank Jateng Hariyono mengatakan kinerja kuartal I tahun ini nampak dari sejumlah indikator, terutama aset pada Maret 2010 mencapai Rp17,56 triliun, tumbuh sekitar 19% dari akhir tahun lalu Rp14,78 triliun.
Posisi dana pihak ketiga (DPK) Bank Jateng pada Maret 2010 mencapai Rp15,1 triliun, tumbuh 26% dari akhir 2010 hanya Rp11,98 triliun.
"Kantor Jakarta yang baru dibuka 1,5 bulan lalu hingga Maret ini memberikan kontribusi DPK sebesar Rp170 miliar dan targetnya hingga akhir tahun ini bisa mencapai Rp1 triliun," ujarnya kepada Bisnis,com hari ini.
Hariyono menjelaskan tingginya DPK kantor Jakarta karena dorongan sentimen kedaerahan warga asal Jateng yang sukses merantau di Ibu Kota sebagai pengusaha, terutama berskala kecil dan menengah, untuk mengembangkan ekonomi provinsi ini.
Potensi penghimpunan dana di Jakarta, menurut Hariyono, sangat besar karena jumlah perantau di Jakarta yang tergabung dalam paguyuban warga Jateng mencapai 4 juta orang.
Direktur Operasional Bank Jateng Joko Sambodo menambahkan penghimpunan dana kantor Jakarta akan difokuskan hingga semester I/2010, setelah itu akan dimulai pengucuran kredit modal kerja untuk warga Jateng yang merantau di Jakarta. "Banyak UMKM asal Jateng di Jakarta yang potensinya besar untuk dibiayai, seperti warung tegal, tukang jamu dan lainnya," tegasnya. Joko menyebutkan hingga akhir Maret 2010 Bank Jateng membukukan total pembiayaan (termasuk syariah) Rp10,9 triliun, tumbuh sekitar 2% dari posisi akhir tahun lalu Rp10,69 triliun.
Tahun ini, tuturnya, Bank Jateng merencanakan ekspansi kredit UMKM sebesar Rp1,2 triliun, dengan fokus terbanyak mencapai Rp820 miliar dialokasikan untuk modal kerja.
Menyinggung soal laba, Hariyono mengungkapkan hingga Maret 2010 dicapai Rp169,25 miliar. Tahun lalu laba sebelum pajak tercapai Rp612,11 miliar, naik sekitar 2% dari periode sama 2008 hanya Rp600,7 miliar.
Meski peningkatan laba relatif kecil, tuturnya, namun tingkat rentabilitas dividen terhadap modal pemegang saham pda tahun lalu mencapai di atas 25%, jauh melampaui rata-rata bunga deposito maupun tabungan pada 2009 sekitar 5%-8%.
"Hal itu lah yang menjadikan Bank Jateng belum terpikir untuk go public, karena rentabilitas dividen tinggi, maka jika butuh modal pemegang saham masih bersedia menambahknya," tukas Hariyono.

Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
1)      Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)      Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

Dasar hukum ketentuan rahasia bank di Indonesia, mula-mula adalah undang-undang no.7 tahun1992 tentang perbankan, tetapi kemudian diubah dengan undang-undang no.10/1998.

RAHASIA BANK
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul adalah : Apakah yang harus dirahasiakan ini hanya terbatas kepada keuangan nasabah penyimapan dana saja? Apakah juga menyangkut keadaan keuangan nasabah debitur?Apakah lingkup rahasia bank hanya mecangkup pasiva ( liabilities ) bank berupa dana nasabah bank, ataukah juga meliputi aktiva (assets) bank berupa kredit bank kepada nasabah. Apakah juga menyangkut pengguna jasa-jasa bank yang lain, selain jasa penyimpanan dana dan jasa pemerian kredit?
Dari rumusan pasal 40 Undang-undang No. 10/1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah bukan saja menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga ( identitas) nasabah menyimpang yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal 40. “ Nasabah Penyimpang” disebut lebih dahulu dari pada “Simpanannya”.
Di beberapa, lingkup dari rahasia bank tidak ditentukan hanya terbatas kepada keadaan keuanagan nasabah, tetapi meliputi juga identitas nasabah yang bersangkutan.
Informasi mengenai mantan nasabah
Di dalam praktek perbankan atau praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim seorang nasabh mempunyai simpnan pada beberpa bank. Timbul pertanyaan, apakah bank masih terikat terhadap kewajiban rahasia bank setelah nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan? Hal ini ternyata tidak diatur atau ditentukan oleh undang-undang, baik oleh undang-undang No.7/1992 maupun undang-undang No.10/1998.
Mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, sebaiknya perundang-undang perbankan Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah yang bersangkutan.
Siapa yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank?
Menurut pasal 47 ayat (2) Undang-undang No.10/1998, yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank adalah:

Tegorikan sebagai “pegawai Bank”
Menurut penjelasan pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan “pegawai bank” adalah”semua pejabat dan karywan bank”. Lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank menurut pasal tsb terlalu luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang  menjadi pegawai bank. Sekalipun pegawai bank tersebut tidak mewmpunyai akses atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpanan dan simpanannya, seperti: pramubakti, saptam, pengemudi, pegawai di unit yang mengurusu kendaraan dan masih bnyak lagi.



Kewajiban merahasiakan bagi mantan pegawai bank
Seorang pegawai bank, ada kemungkinan tak selamanya menjadi pegawai bank tersebut, bisa karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain, meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai bank yang terkena PHK karena banknya terkena likuidasi.
Pertanyaan yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap terkena oleh kewajiban memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegaway aktif di bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang No.7/1992 maupun Undang-undang No. 10/1998 tak mengaturnya.
Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank, ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus sampai seumur hidup.

Pengertian pihak terafiliasi lainnya
Sebagai ditentukan dalam pasal 1 ayat (22) Undang-undang No.10/1998, yang dimaksud pihak terafiliasi adalah:

Pengecualian atas kewajibanrahasia bank
Undang-undang no.10/1998 memberikan pengecualian dalam 7(tujuh)hal.
Pengecualian tersebut tidak bersifat limitatif, artinya diluar 7(tujuh) hal yang telah dikecualikan itu tida terdapat pengecualian yang lain. Dikecualikan itu tidak terdapat pengecualian yang lain.Pengecualian itu adalah:


BAB IV KESIMPULAN    
            Sistem perbankan yang tangguh dan sehat tetunya juga akan sanggup Memobilisasi dana dari dan keseluruh lapisan masyarakat sehingga perekonomian masyarakat tumbuh dan berkembang, yang pada gilirannya di harapkan dapat memakurkan masyarakat. Jadi jelas sistem perbankan yang tangguh dan sehat adalah syarat terciptanya sistem ekonomi yang tumbuh dan berkembang.
            Agar bank dapat tumbuh dan melaju dengan baik, pertama perlu modal yang cukup (capital adequacy ratio) sebagai bamper untuk menanggung resiko kredit macet yang sewaktu-waktu harus dihapus bukukan, kedua, kualitas aktiva produktif (quality assets productive) harus tinggi, indikatornya kredik macet kecil. Mengapa harus berkualitas tinggi? Karena fungsi assets produktif adalah sebagai mesin bank yang harus menghasilkan imbal hasil (return) yang cukup. Manajemen bank sebagai pengendalian jalannya operasional bank harus solid, penuh kejati-hatian dan cukup pengalaman. Keempat, earnings, laba yng diperoleh bank harus memadahi sebagai alat pemacu pertumbuhan modal dan asset. Kelima, likuiditas harus terjaga baik dalam jangka pendek maupun jangka penjang. Supaya kepercayaan masyarakat meningkat.kelima pilar tersebut sering disebut CAMEL yang sekarang menjadi CAMELS, yang Snya adalah sensitivity. Menurut bank indonesia, sensitifitas adalah sensitifitas bank terhadap resiko pasar.
            Cara untuk melihat sebuah bank sehat atau tidak adalah dengan cara pertama, mengganti tingkat bunga. Makintinggi tingkat bunga yang ditawarkan terutama dibanding dengan bank yang jumlah asetnya sama maka semakin tinggi pula resiko bank tersebut. Kedua,  struktur kepemilikan dan manajemen. Banyak bank yang bermasalah adalah bank-bank yang manajemen dan pemiliknya memiliki pertalian yang erat. Ketiga,   serta penjualan asetnya, semakin tinggi tngkat penjualan asetnya maka semakin tidak sehat pula bank tersebut.
            Dapat disimpulkan bahwa secara fundamental bank sehat jika mempunyai cukup modal (CAR minimal 8%), kualitas aset yang tinggi, manajemen yang solid, laba yang memadai dan likuiditas yng cukup dan jika di tinjau secara tehnikal mempunyai pertumbuhan harga yang stabil dan tinggi.  Alternatif penilaian adalah melalui tinjauan terhadap suku bunga yang ditawarkan normal, konsentrasi kepemilikan tidak terkonsentrasi pada satu golongan serta pertumbuhan asetnya tidak spektakuler. Ahirnya bank yang sehat akan deperlukan agar dapat mempercepat mobilitas dana masyarakat untuk pertumbuhan ekonomi.


















DAFTAR LAMPIRAN























DAFTAR PUSTAKA
Etty M. Nasser, Titik Aryani. 2000. “Model Analisis CAMEL Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Sektor Perbankan Yang Go Public”. Jurnal Auditing dan Akuntansi Indonesia. Volume 4. No. 2 Desember. Jakarta.

Jumat, 25 Mei 2012

makalah bahasa indonesia "kesalahan bahasa jurnalistik"

BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Bagi para penulis dan jurnalis (wartawan), bahasa adalah senjata, dan kata-kata adalah pelurunya. Mereka tidak mungkin bisa memengaruhi pikiran, suasana hati, dan gejolak pe-rasaan pembaca, pendengar, atau pemirsanya, jika tidak menguasai bahasa jurnalistik dengan baik dan benar.
Itulah sebabnya, para penulis dan jurnalis harus dibekali penguasaan yang memadai atas kosa kata, pilihan kata, kalimat, paragraf, gaya bahasa, dan etika bahasa jurnalistik.
Bahasa jurnalistik harus memenuhi sejumlah persyaratan, seperti tampil menarik, variatif, segar, berkarakter. Selain itu, ia juga harus senantiasa tampil ringkas dan lugas, logis, dinamis, demokratis, dan populis.
Dalam bahasa jurnalistik, setiap kata harus bermakna, bahkan harus bertenaga, dan bercita rasa. Kata bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi, dan daya imajinasi pada benak khalayak.
Penulisan berita di media massa menggunakan bahasa jurnalistik yang disyaratkan tampil menarik, variatif, segar, berkarakter. Selain itu, ia juga harus senantiasa tampil ringkas dan lugas, logis, dinamis, demokratis. Dalam bahasa jurnalistik, setiap kata harus bermakna, bertenaga, dan bercita rasa.
Kebanyakan penulisan berita di media massa tersebut sering terdapat penyimpangan-penyimpangan dari kaidah penullisan tata bahasa yang benar. Karena alasan menarik, variatif, segar, berkarakter itulah yang menyebabkan penulisan berita dimedia massa tidak sesuai dengan kaidah penulisan tata bahasa yang benar.

 1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari pendahuluan diatas, dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu penyimpangan penulisan dan penggunaan bahasa jurnalistik terhadap kaidah penulisan bahasa indonesia yang benar. Dengan beberapa pertanyaan yang terkait dengan permasalahan itu :

Tujuan penulisan makalah ini adalah :













BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ciri-cirinya Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik  itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.
Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
Sedangkan menurut Tubiyono (2011) yang mengutip dari H. Rosihan Anwar dan John Hohenberg ada 19 ciri bahasa Indonesia jurnalistik yaitu:
1. Sesuai dengan ejaan yang berlaku.
2. Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
3. Tidak menanggalkan prefik me- dan ber- , kecuai dalam judul berita.
4. Menggunakan kalimat pendek, lengkap, dan logis.
5. Tiap alinea terdiri dari 2 atau tiga kalimat dan koherensinya terpelihara.
6. Penggnaan bentuk aktif (kata dan kalimat) lebih diutamakan. Bentuk pasif seperlunya saja. Kata sifat juga dibatasi penggunaannya.
7. Ungkapan-ungkapan klise seperti: sementara itu, perlu diketahui,di mana, kepada siapa dan sebagainya dihindari.
8. Kata berlebihan tidak digunakan.
9. Kalimat aktif dan pasif tidak dicampuradukkan dalam satu paragraf.
10. Kata asing dan istilah ilmiah yang sangat teknis tidak digunakan. Kalau terpaksa harus dijelaskan.
11. Penggunaan singkatan dan akronim dibatasi. Pada pertama kali singkatan dan akronim digunakan harus diberi penjelasan kepanjangannya.
12. Penggunaan kata yang pendek didahulukan daripada kata yang panjang.
13. Tidak menggunakan kata ganti orang pertama (saya dan kami), berita harus menggunakan kata ganti orang ketiga.
14. Kutipan ditempatkan pada alinea baru.
15. Tidak memasukkan pendapat sendiri dalam beita.
16. Berita disajikan dalam bentuk past tense sesuatu yang telah terjadi.
17. Kata hari ini digunakan dalam media elektronik dan harian sore. Sedangkan kata kemarin digunakan harian pagi hari.
18. Segala sesuatu dijelaskan secara spesifik.
19. Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikatif, mudah dipahami bagi pembaca

2.2 Penyebab Terjadinya Penyimpangan pada Bahasa Jurnalistik
Di awal tahun 1980-an terbersit berita bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia baku. Roni Wahyono (1995) menemukan kemubaziran bahasa wartawan di Semarang dan Yogyakarta pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal (pemilihan kosakata) dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan, kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan kesalahan terendah pada aspek ortografi. Berdasarkan jenis berita, berita olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan terendah pada berita kriminal.   
Penyebab terjadinya penyimpangan bahasa jurnalistik terhadap kaidah penulisan tata bahasa baku adalah minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, keterbatasan waktu untuk menulis, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar (Dad Murniah, 2007). Pendapat ini juga selaras dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo.

Penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, dan kurang bertanggung jawab terhadap pemakaian bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Selain itu, Persaingan menjadi yang tercepat dalam menyajikan berita, keterbatasan durasi atau tempat, dan tidak tersedianya redaktur bahasa adalah beberapa penyebab terjadinya kesalahan penggunaan bahasa di berita media massa. Pimpinan atau pemilik perusahaan pers seharusnya memberi perhatian serius pada persoalan ini. (lpds, 2009)


2.3 bentuk penyimpangan bahasa jurnalistik terhadap kaidah penulisan bahasa baku.
      Menurut Abdul Wahid (2011), terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan kaidah bahasa Indonesia baku:
Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks yang berupa prefiks “Afiks adalah bentuk atau morfem terikat yang dipakai untuk menurunkan kata, prefiks adalah afiks yang diletakkan didepan kata dasar” (Hasan Alwi, 2003: 31). Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Mata-mata. Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.
Kesalahan sintaksis berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian “sintaksis adalah struktur kalimat yang meliputi sujek, predikat, odjek, pelengkap dan keterangan”(Hasan Alwi, 2003: 326). Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika. Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal maupun koran nasional.
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI. Seharusnya kata Pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konflik Dayak- Madura, jelas bahwa yang bertikai adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan tidak menunjuk kedua etnis secara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan seperti GPK, subversif, aktor intelektual, ekstrim kiri, ekstrim kanan, golongan frustrasi, golongan anti pembangunan, dll. Bahkan di era kebebasan pers seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian kosakata yang bias makna semakin banyak.
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar. Koran Tempo yang terbit 2 April 2001 yang lalu tidak luput dari berbagai kesalahan ejaan. Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.
Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.

Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak  karena penyisipan-penyisipan yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke dalamnya.
Oleh karena itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan pertautan dengan (a) memperhatikan kata ganti; (b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus. Sedangkan variasi dapat diperoleh dengan :
(1) pemakaian kalimat yang berbeda  menurut struktur gramatikalnya.
(2) memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda.
(3) pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan dengan selang-seling.
Jurnalistik “gaya Tempo” menggunakan kalimat-kalimat yang pendek dan pemakaian kata imajinatif. Gaya ini banyak dipakai oleh berbagai wartawan yang pernah bersentuhan dengan majalah Tempo.
Agar penulis mampu memilih kosakata yang tepat mereka dapat memperkaya kosakata dengan latihan penambahan kosakata dengan teknik sinonimi, dan antonimi. Dalam teknik sinonimi penulis dapat mensejajarkan kelas kata yang sama yang nuansa maknanya sama atau berbeda. Dalam teknik antonimi penulis bisa mendaftar kata-kata dan lawan katanya. Dengan cara ini penulis bisa memilih kosakata yang memiliki rasa dan bermakna bagi pembaca. Jika dianalogikan dengan makanan, semua makanan memiliki fungsi sama, tetapi setiap orang memiliki selera makan yang berbeda. Tugas jurnalis adalah melayani selera pembaca dengan jurnalistik yang enak dibaca dan perlu. (Slogan Tempo).













BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri bahasa jurnalistik adalah singkat, padat, jelas, sederhana, lugas dan menarik (menurut JS. Badudu). Sedangkan menurut Tubiyono, ciri bahasa jurnalistik ada 16. Dalam dunia jurnalistik, sering terjadi penyimpangan penulisan yang disebabkan karena minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, keterbatasan waktu untuk menulis, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar. Kesalahan atau penyimpangan tersebut adalah penyimpangan morfologi, sintaksis, kosa kata, ejaan dan pemenggalan.

3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik. Dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J.S. (1988). Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Tubiyono. 2011. “Bahasa Indonesia Jurnalistik”, (online), (http://www.tubiyono.com/, diakses, 1 mei 2012)
Lembaga Pers Dr. Soetomo. 2009. Kesalahan bahasa jurnalistik perparah kerusakan bahasa. Jakarta.
Murniah, Dad. 2007. “ Kesalahan Bahasa Jurnalistik”, Seputar Indonesia, 18 November 2007. hlm. 9.
Wahid, Abdul. 2011. “Penyimpangan Bahasa Jurnalistik”, (online), (http://www.pa-magelang.go.id/, diakses, 1 mei 2011)
Alwi, Hasan . 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.